Monday, March 14, 2022

Kisah Mobil Pertama Saya

Hi kak. Mohon maaf mau minta izin ikut nimbrung disini. Sekalian flashback bagaimana masa lalu saya kala itu. Apa gejolak yang saya rasakan, lalu mendapat mobil pertama.

Mobil Chevrolet spark tahun 2003. Mobil pertama saya. Jadi bisa dimaklumi kalau saya ada kekhawatiran datangnya momentum onderdil mobil ini agak susah mengingat tahun dan merek. Berganti mobil yang keluaran "agak baru" menjadi PR.

Kalau dijelaskan secara bahasa sederhana, pembelian mobil pertama saya terjadi karena balas dendamDisappointmentKekecewaan.

Saya mulai dongengnya ya..

Dulunya ada masa-masa saya rajin menabung. Berusaha untuk mengumpulkan uang dengan jumlah tertentu (besaran lumayan) dengan bersusah payah mengalokasikan beberapa dana perbulan, merubah kebiasaan hura-hura (mengurangi, menghilangkan beberapa kebiasaan buruk yang intermediate and big cost), mencoba memperbesar pintu rezeki per bulan (agar besaran saving agak lumayan berupa mencoba beberapa bisnis baru kecil-kecilan), dan sederet perilaku berkonotasi positif lain yang berharap percepatan menabung bisa terlaksana.

Sayangnya bukan untuk beli mobil.

Toh pada masa-masa itu untuk kendaraan roda empat saya masih terkadang meminjam bokap, meminjam teman, seringkali menyewa di sebuah pondok pesantren yang memang salah satu bidang usahanya berupa persewaan mobil.

Jadi kenal sama kiai Ama gus yang di sana kan. Mereka sampai hafal saya. Maybe karena intensitas sewa agak lumayan.

Saya melakukan semua itu (termasuk berhemat besar besaran) untuk pembelian rumah.

Seperti kita tahu, rumah mahal harganya. Menabung harus benar benar "mempererat ikatan perut". Apalagi kalau kita hidup di kota. Jangan harap bisa mendapatkan rumah sesuai hasrat dan ambisi dengan harga miring/terjangkau budget. Perlu dilakukan banyak treatment untuk realisasi. Kita nggak urusan sama barang yang harganya jutaan, puluhan juta. Tapi ratusan juta. Bahkan beberapa mah sampai miliar-an harganya.

Harganya udah ketahuan berapa kalau tengah kota. Apalagi rumah berukuran besar.

Selera orang berbeda, hanya saja saya menginginkan rumah yang cukup besar. Dominan orang pasti menginginkan hal yang sama. Tapi persamaan antara saya dan mereka adalah limit dari budget yang dimiliki.

Sebagai ex karyawan perbankan, sebisa mungkin saya menghindari peminjaman dana di Bank untuk pembelian rumah. Karena berbagai alasan. Seperti bunganya yang kalau diakumulasikan (hingga pembayaran hutang lunas) bisa mencapai hampir 2x lipat dari jumlah yang kita pinjam (plafond awal). Juga alasan religi (pengharaman di religi Islam karena merupakan riba, sistem di luar Syariah).

Saya sedikit membahas di Jawaban Furqon untuk Langkah apa yang harus dilakukan untuk mewujudkan impian memiliki rumah sendiri?.

Saya beri contoh satu hal yang membuat saya dan banyak orang sedikit tidak nyaman.

Meskipun sebagian besar orang masih menganggapnya "tidak mengapa" karena menganggapnya wajar (mendapat properti di muka jadinya cicilan not a big problem) dan besaran pengembalian yang besar di akhir juga masih batas toleransi (mereka menganggap harga properti menjelang pertahun apa lagi belasan tahun kedepannya).


Seperti peminjaman 100 juta dengan masa pengembalian 5 tahun atau 60 bulan.

Maka setelah 60 bulan dan mencicil perbulan 3.206.667 jumlah pengembalian adalah (3.206.667 x 60) 194.400.020.

Artinya bank memperoleh profit dari pinjaman kita setelah 5 tahun sebesar 94.400.020.

Belum lagi tingkat suku bunga yang fluktuatif naik dan turun. Bisa jadi cicilan tahun ini berbeda dengan cicilan tahun depan atau 2 tahun lagi. Bisa meningkat. Lembaran di atas hanya prediksi saja.

Ditambah lagi bila kita akan melakukan pelunasan di awal maka ada biaya penalti atau biaya/beban pelunasan.

Saya secara pribadi kurang nyaman ketika muncul bilangan dengan akumulasi demikian. Berbeda dengan orang lain. Karena setiap orang mempunyai karakter dan pertimbangan masing-masing.

Nah, suatu kali saya benar-benar tidak sabar lagi. Beberapa pertimbangan seperti ingin layaknya kawan-kawan yang sudah punya rumah (kebanyakan dengan bantuan KPR beberapa melalui cash), juga sadar bahwa properti tiap tahun mempunyai peningkatan harga yang lumayan, saya terpaksa melangkahi "keteguhan hati awal" yang tidak ingin melakukan pembelian rumah dengan bersangkut paut pada cicilan Bank.

Mulailah saya hunting rumah baik yang baru maupun second. Rencananya ingin berprogres KPR ke bank.

Singkat cerita ketemulah satu rumah di sebuah perumahan. Rumah second. Kemudian saya komunikasi kepada pemiliknya, dan kami sepakat: saya akan mengajukan KPR ke bank (Dan saya yakin bakal di acc hanya saja butuh waktu), dan pihak dia akan menunggu hasilnya, terutama momen saat akan realisasi akhir.

Ternyata tiba-tiba sesuatu yang tidak diharapkan terjadi. Saya selisih seminggu, kurang lebih, si pihak penjual rumah menelpon saya dan membatalkan kesepakatan yang sudah terjalin. Dan dia berjanji mengembalikan uang muka yang sudah saya serahkan beberapa waktu lalu.

Kecewa level pertama.

Setelah berbagai kontroversi dan perdebatan, saya maklumi karakter beliau. Meskipun benar benar di luar kode etik. Mengingkari kesepakatan di awal. Yah nggak apa-apa saya bisa melihatnya rumah tersebut belum rezeki saya.

Seiring waktu berlalu, saya bertemu rumah yang kedua. Terjadi kesepakatan persis seperti yang telah terjadi di cerita awal. Orang baru, lokasi baru, proses pembiayaan di bank yang baru, menunggu ACC dan si pemilik rumah bersedia menunggu dalam masa progress pembiayaan tersebut.

Kaget aja. Kejadian kembali lagi persis seperti di awal. Hanya selisih beberapa hari dia membatalkan kesepakatan, padahal saya sedang menunggu progres ACC by salah satu bank syariah. Dia berjanji uang muka akan di kembalikan utuh.

Kecewa level kedua.

Saya mengalami dua kali kekecewaan yang kurang lebih sama. Kerugian pada saya secara waktu, tenaga dan psikis. Down. Apa lagi di mata perbankan yang sempat melakukan progres usulan pembiayaan saya. Sedikit malu. Berasa memberi mereka PHP. Meskipun satu sisi mereka juga paham bahwa pembatalan pembiayaan KPR dari pihak saya tersebut bukan semata-mata keinginan pribadi namun kondisi unusual. Ga diinginkan. Unpredictable.

Pada masa-masa tersebut, ada beberapa rupiah di rekening yang pada awalnya diharapkan untuk membayar uang muka pembelian rumah, dana jaga-jaga untuk segala biaya yang terjadi ketika ACC bank seperti biaya administrasi, notaris, asuransi, dan pajak jual beli.


Contoh aja. Semakin besar besaran dana KPR yang diinginkan, maka makin besar pula biaya administrasi.[1]Peminjaman biasa-biasa aja biaya di awal sudah kelihatan 30 juta. Apalagi jika harga rumah dan plafond yang diinginkan besar.

Memang secara pribadi salah saya juga. Tidak ada ketentuan kesepakatan bersama hitam di atas putih sebagai penulisan perjanjian ditemani materai. Jadinya ketika ada pembatalan sepihak, saya sebagai pembeli yang dirugikan tidak bisa menuntut.

Saya merasa "gelap mata" saat itu.

Akhirnya saya mengalokasikan duit tersebut untuk membeli mobil. Hunting cepet-cepet, dapat cepat cepat, dapat cepet cepet.

Hahaha.

Sedangkan untuk mobil kedua, ceritanya ada teman yang ingin meminjam uang sebagai modal untuk pembiayaan konstruksi. Beberapa puluh juta. Sebagai jaminan, mobil beliau dan STNK bisa saya bawa, sampai pelunasan terjadi.

Ternyata saya cukup nyaman dan suka terhadap mobil tersebut.

Mengingat pertimbangan, mobil awal merupakan keluaran tahun 2003, dan bukan mobil Jepang. Tapi mobil barat. Chevrolet. Keluaran tahun lama, plus bergaya barat, memaksa saya untuk segera berganti mobil. Takut ada momentum "onderdil mulai susah didapatkan".

Akhirnya saya beli deh mobil itu.

Dari beberapa gejolak tersebut, boleh ya saya menyematkan beberapa saran? Mohon maaf kalau dirasa menggurui. Hanya berbagi saja.

  1. Kita bisa membeli mobil apapun sesuai budget. Baik itu yang keluaran lama atau terbaru. Hanya saja kalau keluaran lama, ada beberapa PR kecil dan besar yang mungkin menghadang di tengah jalan. Namanya juga mobil second.
  2. Mobil lama atau baru paling tidak perawatan harus kita monitoring dengan tepat. Utamanya berbagai treatment yang rutinitas harus dilakukan. Ganti oli cuma filter oli, monitoring filter udara, spooring balancing, antisipasi aki yang berumur, serta beberapa perangkat lain. Kalau saya secara pribadi mengembalikan semua ke ahlinya. Pemilihan mekanik atau bengkel yang kredibel menjadi PR.
  3. Mempunyai mobil adalah hak setiap orang. Jangan lupa akan kewajiban. Pajak dan surat-surat yang harus dilengkapi seperti SIM STNK.
  4. Secara kode etik kemasyarakatan, ada beberapa peraturan tidak tertulis. Banyak tidak bisa saya sebutkan satu demi satu. Selain cara berkendara, ada juga "seenggaknya kepemilikan mobil kita tidak mengganggu kepentingan umum". Contohnya memiliki mobil tapi kita tidak ada garasi, dan mobil terpaksa di pinggir jalan depan rumah, yang mana lebar jalan di depan rumah sangat kecil. Kalaupun ada kawan-kawan yang mempunyai kondisi demikian, tuh mobil bisa di letakkan di space yang memungkinkan. Terkadang kan ada orang menyediakan lahan tertentu untuk keperluan masyarakat yang seperti ini.
  5. Minimal saat membeli mobil kita sudah ada wacana beberapa arti rambu, mumpuni dalam skill berkendara, intinya berperilaku safety bagi sendiri maupun orang lain selama mobilitas di jalanan.

Selamat berkendara ya?

Hati hati di jalan.

Kalau udah beli mobil mohon traktirannya dong?

Saya siap menyetorkan nomor rekening saya.

sumber kisah

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home